Dinamika Madrasah Aliyah
Eureka Pendidikan. Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia (2003), madrasah adalah sekolah atau perguruan (biasanya yang berdasarkan agama islam). Kemudian, Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2010 menyatakan bahwa, madrasah aliyah, yang selanjutnya disingkat MA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. Sebagaimana, yang telah diuraikan diatas, MA merupakan bagian dari pendidikan menengah keagamaan. Pengertian pendidikan menengah keagamaan itu sendiri diuraikan oleh peraturan pemerintah No. 29 Tahun 1990 (Bab I,Pasal 1,Ayat 4) yang menyatakan bahwa, pendidikan menengah keagamaan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penguasaan pengetahuan khusus siswa tentang ajaran agama yang bersangkutan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa madrasah aliyah adalah jenjang pendidikan menengah yang berbasiskan agama islam, yang bernaung dibawah Departemen Keagamaan.
Pada dasarnya, madrasah memang merupakan perkembangan dari sistem pendidikan islam. Madrasah adalah manifestasi dari penerapan pendidikan islam secara klasikal dengan mulai digunakannya bangku, meja, papan tulis untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran agama islam. Disamping itu, pada madrasah juga telah menerapkan sistem jenjang kelas, yakni kelas rendah, kelas menengah dan tinggi. “Dalam perkembangangannya sistem madrasah ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu madrasah yang khusus memberi pendidikan dan pengajaran agama disebut Madrasah Diniyah, dan madrasah yang disamping memberikan pendidikan dan pengajaran agama juga member pelajaran umum. Untuk tingkat dasar disebut Madrasah Ibtida’iyah, untuk tingkat menengah pertama disebut Madrasah Tsanawiyah dan untuk tingkat menengah atas disebut Madrasah Aliyah (Zuhairini,dkk, 1997: 217-218)”.
Sistem pengajaran pada madrasah diniyah maupun madrasah yang mengajarkan pengetahuan umum, mengaharuskan peserta didik datang ke surau, langgar, masjid atau pelataran rumah sang guru untuk belajar dengan waktu belajar beberapa jam. Pada mulanya, kurikulum yang diterapkan banyak mencakup beberapa ilmu agama seperti, ilmu nahwu, ilmu saraf, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu tauhid, ilmu hadis, mantiq (logika), ilmu ma’ani, ilmu bayan, ilmu badi’, ilmu ushul fiqh dan bahasa arab. Sedangkan untuk ilmu pengetahuan umum yang dipelajari diantaranya, membaca dan menulis huruf latin, bahasa Indonesia, ilmu bumi dan sejarah Indonesia serta ilmu berhitung.
Munculnya pergerakan pembaharuan pendidikan islam yang berupaya menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, maka pendidikan islam tidak hanya berorientasi pada pembelajaran yang menekankan pada ilmu agama saja. Oleh karena itu, pemerintah berupaya agar lulusan sekolah-sekolah agama terutama madrasah dapat memiliki kulitas yang setara dengan sekolah umum sederajat. Sebagai implementasi dari upaya tersebut, maka pemerintah mengeluarkan SKB3M (Surat Keputusan tiga Menteri) No. 3 tanggal 24 maret 1975 yang berasal dari kesepakatan Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Dalam Negeri. “Berdasarkan SKB3M ini, pengetahuan umum dan pengetahuan agama diberikan di madrasah berbanding 70% (umum) dan 30% (agama). Adapun tujuan pokok dari SKB3M ini agar mutu pengetahuan umum di madrasah sama dengan mutu pengetahuan umum di sekolah umum yang sederajat, dan oleh karenanya, ijazah dari madrasah disamakan dengan ijazah sekolah umum yang sederajat, yaitu ijazah Madrasah Ibtida’iyah = ijazah SD, ijazah Madrasah Tsanawiyah = ijazah SMP dan ijazah Madrasah Aliyah = ijazah SMA (Zuhairini, dkk, 1997: 231)”.
Kedudukan madrasah aliyah yang setara dengan jenjang pendidikan sekolah menengah, rupanya direspon oleh masyarakat dengan sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan kuantitas siswa yang memilih bersekolah di MA. “Perkembangan MA dan peserta didiknya dalam 4 tahun terakhir mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun pelajaran 2004/ 2005 jumlah lembaga MA hanya 4.678 buah dengan jumlah peserta ddik sebanyak 744.736 orang, maka pada tahun pelajaran 2007/2008 jumlahnya menjadi 5.398 buah dengan jumlah peserta didik sebanyak 855.553 orang (Haedari, 2007:5)”.