Strategi Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Sains
Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Sains
Proses pemecahan masalah dilakukan apabila seseorang tersebut menginginkan suatu tujuan tertentu, sementara tujuan itu tidak dijumpai atau harus dicari pada saat itu. Pemecahan masalah melibatkan proses berpikir dan seringkali harus dilakukan dengan penuh usaha dalam pembelajaran sains. Masalah-masalah yang sering dihadapi siswa berupa soal-soal atau tugas-tugas yang harus diselesaikan siswa. Pemecahan masalah dalam hal ini adalah aturan atau urutan yang dilakukan siswa untuk memecahkan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan kepadanya. untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, siswa diharapkan memahami proses menyesaikan masalah tersebut dan menjadi terampil dalam memilih dan mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan yang telah dimiliki sebelumnya.
Masalah berbeda dengan tugas (task) atau soal rutin. Jika suatu masalah diberikan kepada siswa dan siswa tersebut langsung mengetahui cara penyelesaian dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah (Jonassen et.al., 2010). Lebih jauh Jonassen et.al. (2010) menjelaskan, suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Suatu situasi mungkin merupakan masalah bagi seseorang pada waktu tertentu, namun belum tentu merupakan masalah baginya pada saat yang berbeda.
Ada perbedaan mendasar antara mengerjakan soal rutin/latihan dengan menyelesaikan masalah dalam belajar sains. Dalam mengerjakan soal-soal rutin/latihan, siswa hanya dituntut untuk langsung memperoleh jawabannya, misalkan menghitung dengan memasukkan angka ke dalam rumus, operasi penjumlahan dan perkalian vektor, dan sebagainya. Sedangkan yang dikatakan masalah dalam sains adalah ketika seseorang siswa tidak dapat langsung mencari solusinya, tetapi siswa perlu bernalar, menduga atau memprediksikan, mencari rumusan yang sederhana lalu membuktikannya. Van Domelen (2009) mengatakan bahwa ciri suatu masalah adalah membutuhkan daya pikir/nalar, menantang siswa untuk dapat menduga/memprediksi solusinya, serta cara untuk mendapatkan solusi tersebut tidaklah tunggal, dan harus dapat dibuktikan bahwa solusi yang didapat adalah benar/tepat.
Memecahkan masalah merupakan aspek penting dalam pembelajaran sains, karena pemecahan masalah digunakan untuk membelajarkan siswa dalam menerapkan pengetahuan sains dan kemampuan yang mereka peroleh dalam proses pembelajaran (Solaz-Portolés & López, 2007). Dengan mencapai suatu pemecahan masalah secara nyata para siswa juga mencapai suatu kemampuan baru. Pemecahan masalah (problems solving) mewakili bentuk aktivitas kognitif yang tinggi dari individu. Kemampuan pemecahan masalah memerlukan suatu keterampilan dalam menganalisis informasi dan saling hubungannya untuk menarik suatu kesimpulan logis. Serway dan Beichner (Selçuk et al., 2008), menyarankan agar guru mampu mengembangkan keterampilan yang diperlukan siswa untuk memecahkan masalah. Pemecahan masalah pada umumnya digambarkan dengan merumuskan suatu solusi baru yang beranjak dari pengetahuan yang dipelajari sebelumnya untuk menciptakan suatu solusi.
Karakteristik Seorang Pemecah Masalah
Austin dan Shore (2010) mengatakan seorang pemecah masalah yang baik harus mempunyai karakteristik: 1) sikap positif (positive attitude); 2) peduli pada keakuratan (concern for accuracy); 3) perencanaan yang sesuai metode (methodical planning); dan 4) konsentrasi (concentration). Pemecah masalah yang mempunyai sikap positif akan percaya bahwa permasalahan bisa dipecahkan dengan hati-hati, analisis yang terus menerus, serta tidak menjawab dengan cepat, dan berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Pemecah masalah yang peduli pada keakuratan artinya pemecah masalah membaca masalah berulang kali agar mengerti, mereka melaporkan keputusan dan kesimpulan yang mereka ambil, mereka menghindari menerka, dan selalu melakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan mereka. Pemecah masalah yang memiliki karakteristik methodical planning menyelesaikan pekerja-annya langkah demi langkah, dan memulai dengan langkah yang sederhana. Karakteristik konsentrasi artinya mereka rnenggunakan seluruh potensi mereka untuk memecahkan masalah dengan mengatakan pada diri mereka sendiri tentang apa yang mereka kerjakan.
Langkah-langkah Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Sains
Suatu masalah dapat dipecahkan dengan berbagai langkah sesuai dengan konteks masalah tersebut. Heller & Heler (2010) mengembangkan langkah-langkah pemecahan masalah sains yaitu memfokuskan permasalahan, menjabarkan aspek fisisnya, merencanakan pemecahan, menjalankan rencana pemecahan, dan mengevaluasi jawaban. Memfokuskan permasalahan dapat dikembangkan deskripsi kualitatif dalam bentuk gambar atau kata-kata yang dapat membantu siswa dalam menemukan pokok persoalan. Menjabarkan aspek fisisnya, siswa dapat menyederhana-kan persoalan jika mungkin dan mengajukan hubungan-hubungan yang berguna. Membuat suatu rencana pemecahan, siswa dapat membuat suatu kerangka persamaan berdasarkan hubungan yang telah diajukan dalam langkah sebelumnya. Menjalankan rencana, siswa dapat memanipulasi persamaan-persamaan, memasukkan variable-variabel yang diketahui. Pada langkah terakhir siswa harus mengevaluasi jawabannya, yaitu dengan memeriksa kesatahan-kesalahan dan memastikan bahwa jawaban tersebut sudah memuaskan.
Pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya (2010), memiliki 4 langkah, yaitu understanding the problem, devising a plann, carrying out the plann, dan looking back. Caliskan et al. (2010) menyatakan terdapat lima langkah dalam strategi pemecahan masalah yang disebut dengan UQAPAC problem solving strategy. Langkah-langkah ini meliputi understanding the problem, qualitative analyzing of the problem, solution plan for the problem, applying the solution plan, dan cheking. Ommundsen (2011) menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah DENT, yaitu Define the Problem Carefully, Explore Possible Solutions, Narrow Your Choices, dan Test Your Solution. Sedangkan menurut Serway et.al. dalam Selçuk et al. (2008) cara memecahkan soal-soal sains tingkat tinggi dapat melalui 4 langkah yaitu, konseptualisasi, klasifikasi, analisis, dan finalisasi.
Austin, L. B. & Shore, B. M. (2010). Using Concept Mapping for Assessment in Physics. Physics Education, 30(1), 41-45.
Caliskan, S., Selcuk G. S., Erol, M. (2010). Instruction of Problem Solving Strategies on Physics Achievement and Self Efficacy Beliefs. Journal of Baltic Science Education. 9(1). 20-34.
Heller & Heler. 2010. Problem Solving Labs, in Cooperative Group Problem Solving in Physics, Research Report, University Minnesota.
Jonassen, D., Mateycik, F., & Rebello, N.S. (2010). Students’ Rating of Problem Similarity as a Measure of Problem Solving Expertise. Proceedings of the 2010 Annual Meeting of the National Association for Research in Science Teaching.
Ommundsen P. (2011). Problem-Based Learning With 20 Case Examples. Boston.
Polya, G. (2010). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method (Second ed.). New Jersey : Prentice Hall Inc.
Selcuk et al. (2008). The Effects of Problem Solving Instruction on Physics Achievement, Problem Solving Performance and Strategy Use. Latin American Journal Physics Education volume 2 No. 3 September 2008.
Solaz-Portolés, J.J., dan Lopez, V.S. (2007).Cognitive Variables in Science Problem Solving: A Review of Research. Journal Of Physics Teacher Education (JPTEO). 4(2).
Van Domelen, D. (2009). Problem-Solving Strategies: Mapping and Prescriptive Methods. Department of Physics, The Ohio State University, Columbus, Ohio, 43210.