Asumsi Uji Karakteristik Instrumen Tes Berdasarkan classical Test theory (CTT)
A. Classical Test Theory atau CTT
Eureka Pendidikan. Pada awal pengembangan uji validitas instrumen pada pengukuran behavioral sebuah teori pengukuran yang diajukan berdasarkan hubungan antara skor jawaban tampak dan distribusi jawaban dari semple dijadikan asumsi dasar dari pengembangan validitas dan reliabilitas suatu item. Hasil uji berdasarkan teori ini juga dikenal dengan nama classical true-score theory atau CTT. Diberi nama Kalasik karena relatif terhadap Teori respon butir yang jauh lebih komplek dan ditemukan belakangan. CTT digunakan untuk mendeskripsikan kesalahan dalam pengukuran berdasarkan skor amatan yang diberikan oleh responden berdasarkan seperangkat item. Adapun asumsi utama pengembangan dari CTT berdasarkan pemaparan dari Allen & Yen (2002) adalah:
- Teori tes klasik (CTT) menggunakan hubungan antara skor tampak (X), skor murni (T) dan skor error (E).
- Skor murni (T) adalah nilai harapan є (X) oleh karena skor murni merupakan nilai rata-rata perolehan teoretis ketika dilakukan pengukuran berulang. Secara teori skor ini harus sama meskipun dilakukan pengukuran secara berulang sampai tak terhingga.
- Tidak terdapat korelasi antara skor murni dan skor pengukuran pada saat tes dilakukan atau ρet = 0. Dengan demikian skor murni tidak akan memiliki standar kesalahan.
- Korelasi antara kesalahan pengukuran pada pengukuran pertama dan kedua adalah nol (ρe1e2* = 0). Hal ini dikembangkan berdasarkan asumsi (1) tidak adanya hubungan kesalahan pada pengukuran pertama dan pengukuran kedua, dan (2) kesalahan salah satu pengukuran tidak berpengaruh terhadap pengukuran yang lain jika dilakukan pengukuran secara berulang.
- Proses pengukuran dua tes dengan atribut yang sama tetap tidak menghasilkan kolerasi dengan skor murni pada tes kedua (ρelt2*).
- Asumsi VI** CTT menyajikan hasil analisis data dari tes yang pararel dengan kata lain hasil pengukuran skor murni dari pengukuran yang berbeda menghasilkan skor murni yang sama (T=T’) serta variansi dari skor error sama (se 2=se’2*).
- CTT mennyatkan defenisi tes setara (essentially t equivalent) jika (1) dua perangkat tes memiliki skor peroleh yang sama antara Xt1* dan Xt2 sesuai dengan asumsi yang tertera pada point 1 sampai 5 dan (2) apabila setiap populasi dari Subjek X1* = X2* + C12*, dengan C12* merupakan bilangan konstan.
Asumsi kedua dari CTT adalah: seluruh item yang dikembangkan mengukur satu dimensi kemampuan sehingga seluruh butir item yang dipisahkan benar dan salah dapat dijumlahkan. Jika ada satu aspek atau indikator yang diwakili lebih dari satu item maka penjumlahan dari skor yang didapatkan responden tidak dapat dijumlahkan.
Setiap alat ukur yang diuji berdasarkan model CTT menurut Mardapi (2012) harus memberikan pengukuran yang handal dan sahih. Kesahihan ditinjau dari kesesuaian hasil pengukuran dengan hasil yang direncanakan dan handal berarti hasil pengukuran memiliki kesalahan hasil pengukuran yang sekecil mungkin, meskipun secara teoretik kemungkinan skor kesalahan adalah 0 akan tetapi secara empirik sangat sulit mendapatkan hasil pengukuran dengan kesalahan sesuai dengan teori.
Asumsi-asumsi tersebut dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa CTT digunakan untuk menaksir paramater kemampuan dan parameter butir yang berdasarkan pada distribusi yang jawaban yang ditunjukkan oleh sampel dan jumlah sampel. Parameter item adalah tingkat kesulitan, daya beda dan guessing. Tes kalsik yang dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut menghasilkan tiga kelemahan yakni :
- Hasil pengukruan bergantung pada karakteristik dari tes yang digunakan.
- Parameter item akan bergatung dari kemampuan tes peserta didik,
- Kesalahan pengukuran yang muncul adalah kesalahan pengukuran secara berkelompok bukan kesalahan individu sehingga kurang teliti dalam menunjukkan kemampuan nyata dari Indinvidu-individu dalam kaitannya sebagai sumber data bahan evaluasi.
- Tidak dapat digunakan untuk menggali informasi dari Individu apabila diberikan item tertentu dari paket tes yang dikembangkan.
Catatan Kaki:
*Penulis mendapat kesulitan menuliskan persamaan pada web, sebaiknya mencari sumber lain yang relevan
**Asumsi VI ini adalah asumsi yang paling sulit terpenuhi secara empirik.
Sumber Referensi:
Allen, M.J & Yen, W.M. (2002). Introduction to a Measurement Theory. Monterey, CA: Brooks/Cole.
Mardapi, D. (2012). Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Nuha Karya