Eureka Pendidikan – Era Indsutri 4.0 seperti sudah menghilangkan segala batas informasi mengenai kehidupan seseorang. Setiap orang sudah tidak bisa lagi menyembunyikan kehidupan pribadi mereka kecuali yang ada di dalam kamar. Itupun kalau mereka tidak mengumbarnya di Sosial Media seperti Facebook, Instagram dan Twitter.
Hal serupa juga sudah terjadi dalam dunia formal seperti pendidikan dan profesional. Hampir semua sisi kehidupan yang terintegrasi dengan Internet dapat disimpan dan dilacak sebagai bagian dari Big Data.
Meskipun secara default perangkat selular yang kita gemgam dan juga perangkat besar seperti yang saya gunakan juga untuk menulis artikel ini akan menanyakan apakah kita memberikan izin mengakses beberapa informasi seperti lokasi (elektronik map seperti GMAP maupun Garmin MAP), identitas pribadi yang tercantum di email, kebiasaan yang unik yang dicari dunia maya.
Hasilnya bisa dilihat dari hal-hal yang ditawarkan oleh pengiklan seperti google yang selalu tepat memberikan informasi dalam bentuk iklan yang sesuai dengan lokasi dan apa yang dicari di google di luar dari infomasi yang didapatkan dari website yang kita akses.
Hal ini merupakan dampak dari industri 4.0 yang terkoneksi dari banyak data yang dikumpulkan dari dunia maya dan media sosial. Kumpulan data ini disebut dengan BIG Data atau Maha Data yang berisi banyak informasi termasuk jika dikoneksikan dengan data dari milik pemerintah, maka data pendidikan dan catatan akademik akan tersingkron.
Era Industri 4.0 dunia Akademik
Era Industri 4.0 membuat penyedia tenaga kerja tidak perlu lagi menanyakan keahlian calon tenaga kerja yang datang mengajukan permohonan kerja, tapi portofolio mereka telah dikumpulan melalui sistem yang konfrehensif dan tentu saja lebih jujur dari klaim diri ketika diwancarai secara konvensional.
Meskipun saat ini akses ke Big Data secara umum masih dibatasi, namun beberapa platform dan perusahaan IT besar sudah memberikan izin akses data seperti Google melalui Google Schoolar, kemudian tulisan atau gagasan yang semi academik tertuang melalui academia.edu.
Pada kasus tulisan yang lebih bersifat formal dan kredibel, tulisan-tulisan seseorang dapat dilacak melalui jaringan Jurnal Ilmiah seperti Scpous, Ebsco, Elsevier, atau Springer. Tulisan ini tentu saja menjadi cerminan dna fokus dari pemilik tulisan.
Pemerintah Indonesia sendiri juga sudah berupaya menciptakan sistem Big data melalui data terintegrasi berbasis NIK yang sudah bisa dinikmati secara terbatas saat ini, sedangkan untuk keperluan akademik formal, kementerian bidang pendidikan yang diinisiasi oleh Ristekdikti sudah membuat sistem indeks jurnal akademik melalui SINTA dan produk sejenisnya.
Bekerja Tidak Linier
Big Data memungkin memberikan informasi data seseorang yang lebih variatif, jauh berbeda dengan sistem konvensional di era ketika ijazah masih menjadi patokan. Seseorang hanya akan dinilai melalui secarik kertas yang berisi informasi terbatas dari Ijazah dan Transkrip Nilai.
Trasnkrip nilai pun hanya berisi mengenai mata kuliah yang dilulusi tanpa memberikan detail dari mata kuliah tersebut. Sebut saja misalnya seorang sarjana lulus mata kuliah Termodinamika dengan nilai A, maka tentu saja nilai A ini menjadi tidak operasional.
Sebut saja kedalaman mata kuliah di kampus ITB dan UNY tentu saja berbeda. Bidang keahlian dari dari dosen masing-masing pun tentu saja berbeda meskipun mengajarkan mata kuliah dengan nama yang sama yakni Termodinamika.
Kalapun ada pihak yang ingin mengecek keahlian seseorang sarjana maka butuh waktu yang cukup lama untuk ke kampus penerbit ijazah agar bisa mengecek hasil karya yang ditaruh rapi di rak-rak perpustakaan Jurusan, Itupun jika Rayap tidak iseng memakan lembaran-lembaran skripsi tersebut.
Agar tetap mendapatkan jaminan kualitas kerja, maka cara yang paling aman di era ini adalah mempekerjakan seseraong berdasarkan Ijazahnya saja.
Namun apakah saat ini kondisi tersebut masih berlaku?
Data-data mengenai karya seseorang sudah jauh lebih variatif dan informatif tersedia dengan mudah di dunia maya. Sehingga meskipun seorang sarjana pendidikan Fisika namun memiliki banyak karya di bidang IT melalui jurnal dan produk yang ia ciptakan. Perusahaan akan dengan hati menerima mereka yang keahlian dibutuhkan oleh perusahaan tanpa perlu bertanya.
Tidak perlu lagi ada klaim berbau narsisme dari tenaga kerja mengenai kompetensi dari bidang mereka kuasai. Setiap data yang ada di dunia maya menjadi representasi yang lebi realistis.
Hebatnya lagi, Industri 4.0 melalui Big Data mendorong tumbuhnya para “Head Hunter“sebutan untuk penyedia jasa tenaga kerja profesional yang mengejar karyawan sebuah perusahaan agar mau pindah ke perusahaan lain dengan gaji yang lebih besar.
Hal ini tentu saja kabar baik para calon tenaga kerja seharusnya tidak perlu lagi khawatir mengani dunia KKN yang selalui menghantui sistem rekrutmen tenaga kerja, termasuk jika ingin menjadi Aparatur Sipil Negara.
Hampir semua sistem rekrutmen tenaga kerja profesional akan menggunakan sistem ujian berbasis IT, termasuk sistem Online yang memudahkan perusahaan mendapatkan tenaga kerja meskipun dari tempat yang jauh namun memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan dunia kerja.
“Prinsip dunia kerja saat ini tentu saja sederhana, Ijazah tidak akan membuat sebuah mesin berjalan dengan baik, tapi skill yang membuatnya dapat bekerja dengan baik”.
Hal ini juga bahkan sudah masuk sampai dunia pemerintah, sebut saja Nadim Makarin yang mimiliki latar belakang diluar dari Pendidikan, namun presiden mengangap Nadim Makarin memiliki kapabilitas untuk menyelesaikan masalah Pendidikan. Sebelum Mentri Susi Puji Astuti yang hanya tamatan SMP juga telah menunjukkan seberapa besar dampak pengalaman kerjanya dibandingkan pendidikan formal yang ia dapatkan.
Keterampilan 4C di Era Industri 4.0
Pada abad 21 dan juga Era Industri 4.0 diperkenalkan 4 skill atau keterampialn yang akan dibutuhkan oleh setiap orang. Skil tersebut disebut 4C yang berasal dari akronim Critical Thingking, Creative Thingking, Communication dan Colaborative.
#1. Critical Thingking (Berfikir Kritis dan Problem Solving)
Berfikir kritis memiliki asosiasi yang sangat erat kaitannya dengan kemapuan menyelesaikan masalah atau Problem Solving. Berfikir kritis akan mengarah pada kemampuan manusia menanggapi dan memberikan suatu kasus yang dibatasi oleh masalah-masalah yang sudah ada sebelumnya. Hal ini juga yang membuat berfikri kritis berbanding terbalik dengan berfikir kreatif yang lebih bebas dalam memberikan suatu solusi.
Keterampilan berfikri kritis digunakan lebih mengutamakan menyambungkan segala kemungkinan yang ada menunju sebuah kasus yang bersifat divergen. Sebagai contoh keterampilan berfikir kritis akan dibutuhkan seseorang dalam menyelesaikan sebuah puzle.
Setiap susunan dari puzle tersebut tentu saja tidak dapat dirubah dan tugas dari pemain dalam hal ini adalah menyambungkan seluruh puzle berdasarkan kisi-kisi yang telah diberikan sebelumnya.
Berfikir kritis akan membuat seseorang dapat memisahkan fakta-fakta dari kumpulan fakta yang mungkin terdistorsi. Misalnya seorang anak melihat karpet di teras rumah mereka basah, kebetulan semalam sebelumnya hujan. Maka seorang yang mampu berfikir kritis tidak akan langsung mengambil kesimpulan bahwa hujan telah memabut basah karpet ini.
Tentu saja ada banyak fakta yang harus dipertimbangkan mengeani fenomena ini seperti pertimbangan mengenai alasan tuan rumah menaruh karpet di teras jika memang hujan bisa membuat karpet tersebut basah.
Hal lain yang ditunjukkan sebagai produk berfikir kritis adalah mengambil sampel air yang ada pada karpet untuk memastikan penyebab dari basahnya karpet tersebut. Jika saja ditemukan jejak gula atau sirup dari karpet tersebut, tentu saja kesimpulan hujan hanya menurunkan air disertai dengan asam bukan gula.
Keterampilan berfikri kritis akan ditandai dengan kemunculan banyaknya pertanyaan yang mengarah kepada sebuah fenomena yang ditemukan. Kumpulan dari jawaban-jawaban pertanyaan tersebut akhirnya akan mengarah ke solusi yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalaj tersebut.
Keterampilan berfikir kritis ini ditunjukkan kemapuan menalar, memilih dari pilhan yang rumit, menginterkoneksikan fakta-fakta, mengungkapkan, menganalisis sampai akhirnya menyelesaikan sebuah masalah.
Dalam kasus ini Kemampuan berfikir kritis tetap menjadi miliki Individu yang nantinya akan berpengaruh ke orang-orang sekitarnya.
Keterampilan ini dibutuhkan oleh perusahaan dan penyedia tenaga yang selalu saja menemukan masalah dari sistem yang mereka buat sendiri. Masalah-masalah tersebut dikumpulkan lalu dianalis mengenai penyebab dan mencari solusi dari setiap masalah-maslaah kecil sampai akhirnya ke masalah utama.
#2. Creative Thingking (Berfikir Kreativ dan Inovasi)
Berfikir Outside of the Box atau diluar dari kebiasaan umum, terkadang juga fikiran yang dihasilkan tidak berasal dari fakta-fakta yang telah disusun sebelumnya namun mengarah kepada sebuah produk yang diharapkan menjadi solusi dari masalah yang muncul. Keterampilan ini juga kadang dianggap bertolak belakang dengan Critical Thingking Skill.
Keterampilan berfikir kreatif ditunjukkan dengan banyaknya solusi yang ditawarakn berupa produk baru dari sebuah masalah yang muncul. Kumpulan dari produk ini disebut sebagai inovasi yang lebih divergen dari sebuah masalah.
Kemungkinan solusi yang diberikan mungkin saja tidak berhasil karena pola pikir ini tidak memastikan dan terstruktur secara pasti seperti pola fikir kritis, namun banyaknya solusi yang diberikan bisa jadi cocok untuk beberapa orang dan solusi yang lain lebih cocok untuk orang lain.
Keterampilan erat kaitannya dengan ide yang muncul. Ide ini bisa jadi muncul dari pengalaman yang banyak namun dalam bentuk puzel yang tidak tersusun, sehingga terkadang dapat digunakan dengan mengambil potongan-potongan puzel tersebut sebagai solusi tanpa harus menyelesaikan puzel secara utuh.
Berfikir Kreative di dunia kerja tentu saja sangat dibutuhkan dalam upaya menciptakan produk baru yang berbeda sehingga lebih banyak pelanggan yang datang. Sebagai contoh kasus penjualan berbagai jenis Mobil dan Motor yang berasal dari mesin yang sama namun corak, model cover dan body yang berbeda. Hal tersebut adalah produk dari Kreative thingking, meskipun sejatinya dalam proses berfikiri kritis kita hanya membutuhkan fungsi dari mesin motor tersebut.
“Meskipun Berfikir Kreatif dan Berfikir Kritis adalah dua keterampilan yang bertolak belakang, namun keduanya tidak bisa dianalogikan sebagai dua sisi uang koin, karena kemampuan berfikir manusia bisa sampai pada level berfikir kompleks menggambungkan keduanya dalam waktu cepat”
#3. Communication
Komunikasi secara trasdisional dilakukan melalui bahasa oral. Penyampaian dan penjelasan sebuah masalah dengan bahasa yang lugas dan sederhana akan membuat orang lain yang mendengar akan dengan mudah mengerti masalah yang dihadapi.
Keterampilan komunikasi dibutuhkan seseorang dalam hal menunjukkan kemampuan dirinya, memberikan deskripsi dalam bahasa yang pas didengar sehingga tidak memberikan kesan arogan dan sombong yang membuat orang lain yang mendengar tidak senang.
Keterampilan ini mampu mengeluarkan isi dalam fikiran sebagai seolusi bagi orang lain atau menjadi sebuah fakta yang akan digunakan bagi pendengar.
Penggunaan bahasa oral berkurang karena tidak begitu digunakan untuk menyampaikan informasi secara massive ke banyak orang, kendati bisa diucapkan menggunakan pengeras suara namun tidak efektif. Hal ini disebabkan keadaan psikologis seseorang yang tidak bisa mendengar ceramah di suatu tempat dengan jumlah orang yang sangat banyak.
Pada era Industri 4.0, praktis penggunaan bahasa tulisan atau tesk menjadi lebih umum digunakan. Komunikasi dua arah dijalin menggunakan aplikasi chating seperti Whatsaap, Telegram dan sejenisnya kemudian komunikasi sosial lebih banyak dilakukan menggunakan media sosial. Sedangakn informasi yang bersifat lebih formal disampaikan melalui laman website atau dokumen resmi dalam bentuk elektronik seperti PDF.
Pemilihan diksi dan kata dalam keterampilan komunikasi tentu saja sangat penting baik itu dalam hal mempertimbangkan informasi yang disampaikan maupun pertimbangan psikologis yang membaca.
Sebagai contoh “sebuah gelas yang di isi air setengah” bisa disampaikan dengan bahasa “Gelas Berisi setengah” dan “Gelas kosong setengah”. Hal ini juga dibawah dari bahasa lisan yang sudah banyak digunakan oeh para pedagang ketika seorang pembeli tidak menemukan barang yang inginkan dengan kalimat “Barang sudah habis atau Lari” dibandingkan memilih kalimat “Kami tidak menjual berang tersebut” karena dengan kata habis ada peluang dari pembeli akan kembali nanti ketika mencari barang tersebut.
#4. Collaborative
Ketika seorang anak ingin mengambil mangga yang ada di atas pohon yang pendek, tentu saja memanjatnya sendiri akan lebih mudah jika dibandingkan ingin memanjat pohon yang lebih tinggi. Pohon mangga yang lebih tinggi akan lebih mudah dipanjat menggunakan tangga, dan seorang anak pun tetap bisa melakukan sendiri, kecuali tanah di bawah pohon labil sehingga kita butuh teman lain menahan tangga tersebut.
Selain tinjauan invidual tersebut, tentu saja semua orang akan bekerja dengan orang lain dimanapun mereka bekerja, Neil Amstrong-pun tidak sendirian ketika menginjakkan kaki di bulan. Kemampaun bekerja sama dengan orang merupakan skill yang dibutuhkan di era 4.0 yang serba cepat.
Keterampilan bekerja sama berkaitan dengan kemapuan berinteraksi dengan orang lain dalam padangan sikap sosial yakni tidak saling menjatuhkan agar tetap harmoni dan juga pandangan sikap sains yakni mengerjakan bagian yang telah dipercayakan. Sebuah mobil tidak hanya dpaat berjalan dengan baik hanya dengan memiliki Mesin, namun tetap butuh Roda, power stering, tanki bahan bakar dan lain sebagainya.
Hal serupa juga terjadi dalam sebuah perusahan, sebuah kelompok besar perusahaan tentu saja membutuhkan marketing untuk menjual produk yang dibuat bagian produksi. Agar pelanggan tidak kecewa maka bagian Quality Control harus menjamin mutu dari prduk yang dijual dan seterusnya.
Dalam kelompok kecil pun demikian pentingnya keterampilan kolaboratif ini, misalnya sub bagian priduksi ban, tidak perlu mengerjakan bagian body karena sudah dipercayakan pada bagian masing-masing. Keterampilan kolaboratif ini berdampak pada efektifitas dan efisiensi kerja yang dituntun serba cepat dan tinggi di Industri 4.0
Tugas seorang pelajar tentu saja menjadi lebih berat karena pengetahuan akan dikonstruk secara individual dalam fikiran masing-masing dan pengalaman dari praktik yang pernah dikerjakan. Mengasah kemapuan bersosialisasi dan bekerja sama dalam kelompok juga tetap dilakukan.
Referensi :
Apllied Education system. What Are the 4 C’s of 21st Century Skills?. Diakses : https://www.aeseducation.com/career-readiness/what-are-the-4-cs-of-21st-century-skills
Ristekdikti. Science and Technology Index. http://sinta2.ristekdikti.go.id/
University of Nebraska–Lincoln. Thoughful Learning: What are the 4 C’s of learning skills?. https://newsroom.unl.edu/announce/csmce/5344/29195