Pendidikan (Berkualitas) Untuk Semua
Eureka Pendidikan. Prof. Winarno Surakmad pernah menyatakan bahwa secara konstitusional manusia dididik seutuhnya dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa, tetapi secara praktis, manusia direndahkan martabatnya, dipasung kemerdekaannya, semua atas nama pendidikan. Kutipan tersebut menjadi sebuah kritik terhadap kondisi pendidikan hari ini, karena secara konstitusi betapa sempurnanya arah pendidikan nasional, namun, penerjemahan dari esensi pendidikan teramat sederhana bahkan terkesan menyederhanakan. Penerjemahan akan esensi pendidikan nasional, dapat dikatakan seperti menggunakan kacamata awam terhadap dunia pendidikan. Pendidikan berupaya diperbaiki ketika ada masalah muncul ke permukaan. Seolah semua terjadi secara temporal dan mengindikasikan bahwa pendidikan nasional belum digarap secara profesional, karena tanpa evaluasi mendalam pada kebijakan-kebijakan sebelumnya dan pengidentifikasian kebutuhan masa depan.
Sebagaimana diketahui menjelang AFTA (ASEAN Free Trade Area), yang merupakan momen persaingan kualitas SDM di kawasan ASEAN, sudah menuntut peningkatan kualitas SDM Indonesia. AFTA bukanlah tujuan dari pengkualitasan pendidikan nasional, namun AFTA menjadi cambuk yang kesekian kali bahwa SDM Indonesia haruslah dikelola dengan sebaik dan se-profesional mungkin. Pendidikan nasional yang selama ini dikatakan lebih mengedepankan aspek kognitif dan mengabaikan aspek sikap dan keterampilan, pada kenyataannya SDM Indonesia harus terpuruk dengan tingkat kognisi yang rendah dibandingkan dengan negara lain, sebagaimana data yang dilansir oleh PISA (Programme for International Student Assessment). Bukankah hal tersebut telah membuktikan bahwa aspek kognitif saja telah direduksi, disederhanakan, sehingga aspek kognitif yang dipelajari di sekolah berbanding terbalik dengan daya kognisi, daya nalar. Karena kognisi hanya diterjemahkan untuk menampung hafalan. Padahal kognisi sesungguhnya berkaitan pula dengan berpikir dan bernalar, yang sama sekali tidak dapat dilatih hanya dengan menghafal.
Kondisi negara yang kaya raya dengan limpahan SDA serta jumlah SDM nya , pada kenyataannya tidak mampu berbuat apa-apa dalam menghadapi persaingan. Oleh karena itu manusia terdidik bukan hanya sekedar memperoleh bukti fisik dari lembaga pendidikan. Manusia terdidik yang dibutuhkan bangsa ini adalah manusia yang percaya pada kemampuannya, memiliki kecakapan dalam mengelola lingkungannya, merasa tidak berjarak dengan lingkungannya, sehingga berperan bagi peningkatan martabat bangsa.
Pendidikan untuk semua yang diterjemahkan melalui sekolah, tidak dapat diartikan hanya mendirikan sekolah secara menjamur dan dengan menggunakan slogan ”yang penting bersekolah!”. Sekolah semestinya melakukan inovasi terhadap proses pembelajaran dan bukan lagi hanya terjebak dalam administratif dan rutinitas semata. Karena pada dasarnya, sekolah merupakan institusi masyarakat yang berperan dalam transformasi, pengembangan keilmuan dan pewarisan nilai. Sehingga yang diperlukan adalah pendidikan berkualitas, sekolah yang berkualitas untuk seluruh warga negara Indonesia. Sehingga anak-anak bangsa memiliki peran yang sama untuk meningkatkan kualitas masyarakatnya. Sekolah sudah harus berani membuka diri, memahami bahwa pendidikan yang dijalankannya seharusnya bersifat antisipatoris, mampu mengidentifikasi kebutuhan masa depan bangsanya. Sehingga dapat berperan bagi kemaslahatan dalam kehidupan.