Pendidikan Nasional dalam Bingkai Pendidikan Global
“Melalui pendidikan itu diharapkan bahwa akan timbul kemampuan membebaskan manusia Indonesia dari belenggu kemarin, terutama dari belenggu dogmatisme, romantisisme dan tradisionalisme, agar dengan demikian bangsa Indonesia mampu melihat alternatif pembangunan yang lebih baik, berani merintis jalan-jalan yang baru, serta menghargai kemajuan yang antara lain bercirikan perubahan yang berkesinambungan
(Prof. Winarno Surakhmad)”.
Eureka Pendidikan. Kutipan dari Prof. Winarno Surakhmad tersebut membuka pemahaman kita mengenai nilai-nilai yang telah lama membelenggu masyarakat seperti dogmatisme, romantisme dan tradisionalisme sudah tidak dapat lagi dipertahankan. Pada dasarnya, nilai-nilai tersebut bermula dari dianutnya sistem kerajaan dan penjajahan yang cukup lama memasung masyarakat Indonesia. Akibatnya, walaupun telah merdeka, tidak sedikit masyarakat yang masih menganut nilai-nilai tersebut. Padahal, apabila memahami dinamika kehidupan hari ini, nilai-nilai tersebut perlu dilawan. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa, saat ini merupakan era yang berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga menuntut dikuasainya berbagai bentuk keterampilan (termasuk keterampilan berpikir) oleh sumber daya manusia (SDM) pada sebuah bangsa. Berbagai keterampilan dalam bingkai ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu dikuasai oleh SDM, menjadi kata kunci bagi sebuah bangsa untuk turut serta dalam percaturan dunia. Lebih lanjut Tilaar (dalam Husin: 2) menjelaskan, manusia akan menghadapi kesulitan untuk menantang masa depannya, masyarakat yang penuh resiko masa depan menuntut proses pengambilan keputusan dengan tepat adalah masyarakat yang terdidik, yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dibimbing oleh moral. Berdasarkan penjelasan tersebut, secara sederhana dapat dipahami bahwa melalui pendidikan, diharapkan lahirnya manusia terdidik yang mampu menguasai keterampilan berpikir dalam bingkai ilmu pengetahuan dan teknologi, yang juga didampingi oleh nilai-nilai luhur.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Tilaar, bahwa masyarakat yang menjadi harapan dalam percaturan dunia adalah masyarakat yang terdidik. Melalui hal tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan memegang peranan yang penting dalam upaya pengkualitasan SDM. Namun, posisi Indonesia yang masih menjadi negara berkembang, memiliki kecenderungan masih mencarinya bentuk dari berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Sehingga tidak jarang yang terdengar adalah wacana-wacana inovasi (terkadang minus evaluasi) dalam jangka waktu yang pendek. “Hasrat yang besar di negara-negara berkembang untuk menciptakan sistem pendidikan yang responsif terhadap kemajuan, telah menghasilkan diferensiasi fungsi yang beraneka ragam tetapi tidak selalu jelas arah dan kegunaannya dalam sinkronisasi konteks yang luas. Hasrat tadi diwujudkan melalui usaha pembaharuan sistem pendidikan, dan bukan sekedar mempertahankan atau meningkatkan sistem yang telah lama hidup di masyarakat tetapi diperlukan pemilihan alternatif dalam pembaharuan itu seringkali tidak banyak membawa hasil yang dimaksud karena konsep dasar tidak pernah dikembangkan secara sistemik (Surakhmad, 1981: 3)”.
Pemahaman terhadap konsep awal pada dasarnya menjadi kata kunci bagi pengembangan pendidikan. Apabila merefleksi pada salah satu negara berkembang yang juga mencari bentuk dalam bidang pendidikan, dapatlah bercermin pada India. India diketahui mengorientasikan pendidikannya pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut dioperasionalisasikan melalui pengembangan perguruan tinggi yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga pada saat ini, perguruan tinggi India cukup dikenal dalam hal pengembangan teknologi. Pengembangan teknologi ini diharapkan dapat menjadi salah satu aspek yang berperan dalam perbaikan masyarakat India itu sendiri.
Dengan demikian, bagi bangsa Indonesia yang berupaya menjadi masyarakat yang berkualitas sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Tilaar, diperlukan pembudayaan ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Karena sebagaimana yang telah dikemukakan di awal, masyarakat Indonesia secara umum masih menganut berbagai nilai-nilai yang bersebrangan dengan nilai-nilai yang dianut dalam ilmu pengetahuan. “Kualitas manusia yang demikian adalah manusia baru Indonesia, karena bagi masyarakat Indonesia sebelum kemerdekaan, budaya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah budaya yang asing. Berbagai nilai dan sikap tersebut sukar ditumbuhkan di lingkungan keluarga dan masyarakat yang pada umumnya belum menjadikan budaya Iptek, budaya demokrasi, budaya disiplin pribadi, dan disiplin sosial, disiplin nasional dan meritokrasi sebagai bagian dari kebudayaannya. Karena itu hanya sekolahlah yang memiliki potensi sebagai pusat pembudayaan segala nilai dan sikap serta kemampuan manusia modern. Itu pula sebabnya para pendiri Republik melakukan penyelenggaraan satu sistem pengajaran (persekolahan) nasional. Karena para pendiri Republik menyadari bahwa mereka dapat menjadi cendekiawan pejuang untuk membangun Indonesia yang maju dan demokratis berkat proses pendidikan yang mereka alami di sekolah (Soedijarto, 2007:17)”.
Sekolah pada dinamika global memiliki peranan yang besar karena berkaitan dengan nilai-nilai lokal dan juga nilai global. “pendidikan global adalah proses pembelajaran transformatif. Pendidikan global adalah pendekatan baru yang memusatkan perhatian untuk membantu menjawab pertanyaan kita tentang masa depan. Pendidikan global memperlengkapi siswa agar mampu memahami isu dunia seraya memberdayakan mereka dengan pengetahuan, keterampilan. Nilai dan sikap yang diinginkan sebagai warga dunia untuk menghadapi masalah-masalah global. Berkait dengan hal itu, pendidikan global adalah proses individual dan pertumbuhan kolektif yang memungkinkan terjadinya transformasi dan transformasi diri (Muslimin, 2015: 2)”. Sekolah dalam dinamika global, seharusnya memfasilitasi pembelajaran yang mendukung pengembangan berbagai potensi siswa. Namun, untuk dapat mengembangkan potensi siswa, bukan semata-mata dilakukan tanpa dasar atau konsep yang kuat, melainkan diperlukan pengidentifikasian terkait apa yang dibutuhkan sehingga perlu dicapai. Sehingga dapat terbentuk konsep yang efektif dan operasional dalam rangka penyiapan SDM, dalam hal ini adalah siswa.
Dalam lingkup yang lebih kecil, salah satu ilmu pengetahuan yang dapat memiliki peranan dalam dinamika global adalah pendidikan ilmu pengetahuan alam atau sains. Dalam mempelajari sains, siswa tidak hanya ditujukan untuk menghafal konsep, fakta, prinsip, teori maupun hukum. Namun, pembelajaran sains yang sangat melekat dengan metode ilmiah perlu diterapkan secara stimultan. Artinya dalam hal ini, hakikat pembelajaran sains harus dilaksanakan. Sehingga yang tercapai adalah tujuan dari pembelajaran sains itu sendiri. Kemudian, berdasarkan analisis atau evaluasi pendidikan yang dilakukan apabila pendidikan membutuhkan pembelajaran sains guna pengelolaan sumber daya alam, atau jika dalam kata lain dalam pembangunan, Indonesia berupaya mencapai pengkualiasan SDM yang mampu mengelola SDA dalam percaturan global maka, pembelajaran dalam pendidikan sains perlu mengarahkannya pada sudut pandang lokal. Hal tersebut menjadi upaya pendukung pembangunan nasional melalui inovasi pembelajaran sains.
Referensi:
Husin, Huddy. Re-posisi Pengajaran Pendidikan Sejarah Dalam Pembentukan Kesadaran Nasional. Esai. Tidak dipublikasikan
Ibrahim, Muslimin. 2015. Pembelajaran Biologi Abad 21 Dalam Desain, Strategi, dan Menjawab Tantangan Pendidikan Global. Makalah. Seminar Nasional Peran Biologi dan Pendidikan Biologi dalam Menyiapkan Generasi Unggul dan Berdaya Saing Global. Universitas Muhammadiyah Malang, 21 Maret 2015
Soedijarto. 2007. Pendidikan Dalam Sistem Pendidikan Nasional. Buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung
Surakhmad, Winarno. 1981. Problematik Pembaruan Pendidikan Negara-negara yang Sedang
Berkembang Dewasa Ini. Prisma, 2 Februari 1981.