Jenis Evaluasi Pembelajaran Dalam Pendidikan

7 min read

Eureka Pendidikan – Dalam penyelenggaraan pendidikan, dikenal dengan adanya evaluasi pendidikan. Secara sederhana, evaluasi dipahami sebagai upaya yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai program yang telah dijalankan. Mengutip buku Djemari Mardapi, kita akan memperoleh beberapa definisi mengenai evaluasi. Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini kegiatan evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian.

Tyler (1950), evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Masih banyak lagi definisi tentang evaluasi, namun semuanya selalu memuat masalah informasi kebijakan, yaitu informasi tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu program yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan berikutnya. Evaluasi didefinisikan sebagai proses untuk memperoleh informasi guna memilih aternatif terbaik (stufflebem & Shinkfield: 1985). Evaluasi selalu berhubungan dengan kebijakan dan dilakukan bersama-sama dengan pembuat kebijakan (Djemari Mardapi, 2012: 26).

Selain itu, Nitko & Brookhart (2011: 6-7) juga mengemukakan pendapatnya mengenai evaluasi seperti berikut, evaluation is defined as the process of making a value judgment about the worth of a students product or performance. Kemudian, Nitko & Brookhart, melanjutkan bahwa, not all evaluations are of individual students. You can evaluate a textbook, a set of instructional matrials, an educational program, or a school. Artinya, evaluasi didefinisikan sebagai proses penentuan kebijakan mengenai produk dan atau performa siswa.

Tidak semua evaluasi digunakan untuk mengevaluasi siswa secara individu. Melainkan, evaluasi dapat digunakan untuk mengevaluasi buku teks, perangkat pembelajaran, program pembelajaran atau sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, kita dapat memahami bahwa, dalam praksis pendidikan, evaluasi tidak hanya berkaitan dengan upaya untuk memperoleh hasil dari aktivitas belajar peserta didik. Melainkan juga, evaluasi dapat digunakan untuk memperoleh informasi mengenai program pembelajaran dalam lingkup kelas maupun sekolah.

Berdasarkan definisi yang ada, Djemari Mardapi menyimpulkan bahwa, berdasarkan cakupannya evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yakni evaluasi secara makro dan mikro. “Evaluasi makro cenderung menggunakan sampel dalam menelaah suatu program dan dampaknya. Evaluasi yang bersifat makro, sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan.

Evaluasi mikro sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian belajar peserta didik. Pencapaian belajar ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada peserta didik. Jadi, sasaran evaluasi mikro adalah program pembelajaran di kelas dan yang menjadi penaanggungjawabnya adalah pendidik untuk sekolah atau dosen untuk perguruan tinggi (Mardapi, 2012: 29).  

Selanjutnya, Bambang Subali memberikan contoh evaluasi mikro dan makro seperti berikut, evaluasi pada skala mikro adalah evaluasi program pembelajaran di kelas. Evaluasi program dalam skala mikro ini pada umumnya dilaksanakan secara periodik dalam waktu yang relatif singkat selama berlangsungnya program pembelajaran di kelas. Dalam hal ini, dikenal dengan istilah evaluasi formatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan selama berlangsungnya program pembelajaran. Oleh karena itu, dari sisi program disebut pula dengan istilah evaluasi proses pembelajaran.

Hal yang dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi formatif ini adalah hasil penilaian asesmen formatif yang datanya dihimpun melalui pengukuran dan pengamatan oleh guru yang bersangkutan berdasarkan hasil penilaian selama berlangsungnya proses pembelajaran oleh guru yang bersangkutan. Guru dapat menghimpun data dan informasi yang berkait dengan kemajuan belajar peserta didik, juga jika ada kesulitan yang dihadapi peserta didik. Atas dasar hasil evaluasi formatif selama berlangsungnya proses pembelajaran itulah guru dapat menyempurnakan program pembelajarannya agar sasaran/target pembelajaran yang dapat tercapai sesuai harapan. Dalam skala mikro/sempit, orientasi utama evaluasi program ditujukan kepada masalah metode pembelajaran.

Sebaliknya, evaluasi juga dilakukan pada skala makro/luas yang dititikberatkan pada masalah efisiensi pelaksanaan, yaitu berkenaan dengan strategi dan pelaksanaan program. Oleh karena itu, evaluasi pada skala makro akan lebih baik jika dilakukan oleh pihak luar/pihak independen (Bambang Subali, 2012: 7).

Evaluasi hasil belajar pada masa lalu hanya untuk mengetahui sejauh mana isi/materi atau bahan ajar sudah dikuasai oleh subjek belajar, sekarang evaluasi hasil belajar lebih diorientasikan kepada seberapa jauh sasaran-sasaran pendidikan telah dapat dicapai dan disertai pula dengan pelacakan peran berbagai faktor penentu aktualisasi proses pembelajaran (Bambang Subali, 2012: 8). Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan mengenai konsep serta contoh dari evaluasi mikro dan makro dalam pendidikan. 

1. Evaluasi Mikro

Sebagaimana yang telah diuraikan, evaluasi mikro berkaitan dengan evaluasi yang dilakukan dalam lingkup pembelajaran di kelas, yang pada umumnya dilakukan oleh guru. Atau dapat dipahami bahwa evaluasi mikro berkaitan dengan evaluasi hasil belajar peserta didik.

Evaluasi mikro ini dapat dijelaskan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 58 ayat (1): Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

Djemari Mardapi (2012: 29) mengategorikan evaluasi pembelajaran menjadi dua kategori, yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk mengetahui konsep mana yang belum dipahami sebagian besar peserta didik. Kemudian, diikuti dengan kegiatan remedi, yaitu menjelaskan kembali konsep-konsep tersebut.

Evaluasi sumatif bertujuan untuk menetapkan tingkat keberhasilan peserta didik. Nilai yang dicapai peserta didik ditetapkan lulus atau tidak. Evaluasi sumatif bisa terdiri atas beberapa kegiatan pengukuran dan penilaian. Hal ini harus dijelaskan kepada peserta didik di awal pelajaran, yaitu tentang penentuan nilai akhir. Bobot dari tugas, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester harus dijelaskan pada peserta didik.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nitko dan Brookhart (2011: 7) yang menyatakan bahwa, evaluasi hasil belajar peserta didik dapat dilakukan berdasarkan tujuan formatif maupun sumatif. Evaluasi formatif yang diperoleh melalui penilaian formatif yang merupakan penentuan kualitas prestasi belajar peserta didik ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar, pertanyaan terbuka di kelas, maupun observasi.

Penilaian sumatif prestasi belajar peserta didik bermakna penentuan kualitas prestasi belajar peserta didik sesudah pembelajaran berlangsung secara menyeluruh. Pemberian laporan hasil belajar peserta didik dalam bentuk buku atau kartu laporan hasil belajar peserta didik.   Sedangkan Bambang Subali mengemukakan bahwa, berdasarkan tujuannya evaluasi mikro dapat dibagi menjadi tiga, yaitu evaluasi formatif, sumatif dan penempatan. Berikut pengertian mengenai evaluasi formatif, sumatif dan penemapatan menurut Bambang Subali.    

a. Evaluasi sumatif

Evaluasi sumatif didasarkan pada kumulatif hasil penilaian sumatif subjek belajar dalam menempuh program. Dalam hal ini pengertian penilaian sumatif adalah hasil final dari subjek belajar menempuh suatu program. Misalnya, nilai sumatif dalam suatu program semester diperoleh melalui ulangan akhir suatu pokok bahasan (setelah dilakukan proses remedi bagi yang mengalami kegagalan dan dilakukan program pengayaan bagi yang sudah menguasai target pembelajaran berdasarkan penilaian formatif), ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Adapun tujuan evaluasi suamtif adalah untuk:

  1. Menentukan nilai akhir seluruh peserta penempuh program pembelajaran, agar dapat dinyatakan berhasil atau gagal. Bila berhasil maka akan dapat diberi sertifikat karena ia telah menguasai  kecakapan atau keterampilan tertentu yang ditargetkan dalam program pembelajaran yang dirancang;
  2. Meramalkan kecakapan subjek belajar dalam menyelesaikan program/semester berikutnya;
  3. Menetapkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan suatu program pembelajaran;
  4. Dalam konteks untuk seleksi, seperti seleksi masuk, berarti menetapkan yang layak lolos seleksi. Bila untuk seleksi menetapkan juara mewakili satuan pendidikan yang bersangkutan,        berarti menetapkan siapa yang lolos seleksi menjadi wakil satuan pendidikan yang bersangkutan.  

b. Evaluasi formatif

Evaluasi formatif didasarkan pada hasil penilaian formatif selama subjek belajar sebagai penempuh program pembelajaran mengikuti proses pembelajaran dalam kaitannya dengan penyelenggaraan program dan tujuannya untuk :

  1. Menetapkan langkah-langkah/urutan kegiatan belajar selanjutnya agar supaya lebih efektif dan efisien;
  2. Pendalaman dan pemaantapan penguasaaan perilaku yang ditargetkan;
  3. Mendiagnosis kesulitan belajar, daalam arti bahwa subjek belajar yang mendapat nilai jelek identik belum menguasai perilaku yang ditargetkan;
  4. Mencari cara mengatasi kesulitan belajar jika subjek belajar dinyatakan gagal, berdasar kegiatan belajar yang telah dilakukan;
  5. Umpan balik bagi guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran sehingga mengetahui seberapa jauh tujuan yang ditetapkan sudah dicapai;
  6. Meramalkan seberapa jauh keberhasilan peserta program belajar dalam mengikuti penilaian sumatif;
  7. Mengetahui seberapa jauh seluruh subjek belajar sebagai penempuh program pembelajaran akan berhasil dalam mengikuti proses pembelajaran sampai akhir program, berdasar kecakapan dan         keterampilan yang dikuasainya sekarang, dalam konteks bahwa subjek belajar sebagai masukan;
  8. Mengetahui subjek belajar yang mana yang harus dibantu melalui program remedi agar ia dapat berhasil menempuh program yang ditempuh;
  9. Mendiagnosis penyebab kegagalan subjek belajar dalam menguasai kemampuan yang  ditargetkan dari program pembelajaran yang diselenggarakan. 

c. Evaluasi penempatan

Evaluasi Penempatan didasarkan pada hasil penilaian terhadap subjek sebelum menempuh program pembelajaran, dan bertujuan untuk :

  1. Mengetahui penguasaan kemampuan prasyarat yang diperlukan dalam KBM yang akan diselenggarakan;
  2. Menjajagi penguasaan subjek belajar sebagai peserta program terhadap kemampuan yang ditargetkan;
  3. Meneliti interes, langgam belajar, ataupun karakteristik personal subjek belajar sebagai peserta      program pembelajaran;
  4. Mendiagnosis kemampuan subjek belajar yang mengalami kegagalan dalam menguasai kemampuan prasyarat yang diperlukan.  

Dengan demikian, berdasarkan uraian yang telah disampaikan dapat dipahami bahwa evaluasi mikro berkaitan dengan evaluasi belajar peserta didik, yang dilakukan dalam lingkup kelas dan biasanya dilakukan oleh guru sebagai pelaksanan proses pembelajaran. Secara mendasar evaluasi belajar peserta didik dikategorikan menjadi evaluasi formatif dan sumatif.

Evaluasi formatif umumnya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, yang ditujukan untuk memperoleh informasi prestasi belajar peserta didik, umpan balik dari proses pembelajaran dan informasi bagi guru mengenai proses pembelajaran. Sedangkan, evaluasi sumatif, dilakukan di akhir semester atau akhir proses pembelajaran, yang ditujukan untuk memperoleh informasi menyeluruh mengenai hasil belajar peserta didik, sehingga dapat diambil keputusan atau kebijakan mengenai keberlanjutan belajar peserta didik. Selain itu, bagi guru evaluasi sumatif ini bermanfaat untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi dari program pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Kemudian, evaluasi mikro ini umumnya masih beracuan pada satu aspek saja untuk dievaluasi, yakni aspek kognitif. Padahal sebagaimana yang dipahami, untuk menentukan ketercapaian hasil belajar peserta didik perlu memperhatikan aspek lain yang secara mendasar berkaitan dengan aktivitas pembelajaran, misalnya aspek afektif dan psikomotorik.

2. Evaluasi Makro

Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal, evaluasi makro memiliki cakupan yang lebih besar dibandingkan dengan evaluasi mikro. Secara mendasar, evaluasi makro berkaitan dengan adanya program yang telah dilaksanakan, kemudian barulah kita dapat melaksanakan evaluasi makro.

Dalam konteks program pendidikan, Bambang Subali menjelaskan, suatu program termasuk di dalamnya program pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kurikulum, adalah suatu kegiatan yang terencana yang lengkap dengan rincian tujuan beserta jenis-jenis komponen kegiatan pembelajarannya, seperti tujuan, strategi, materi/bahan ajar, sumber belajar dan alokasi waktu. Oleh karena itu, apakah suatu program yang diimplementasikan benar-benar berharga, diperlukan adanya evaluasi. Evaluasi yang dimaksud adalah suatu proses yang sistematis yang dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dari program yang bersangkutan (Bambang Subali, 2012: 3).

Djemari Mardapi (2012: 31) mengemukakan bahwa tujuan evaluasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: untuk meningkatkan kualitas proses dan untuk menentukan apakah program diteruskan atau tidak. Secara lebih rinci tujuan evaluasi program pembelajaran adalah sebagai berikut:

  1. Untuk menentukan apakah suatu program mencapai tujuan;
  2. Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran;
  3. Untuk menentukan apakah program sudah tepat;
  4. Untuk mengetahui besarnya rasio cost/benefit program ;
  5. Untuk menentukan siapa yang harus berpartisipasi pada program mendatang; 
  6. Untuk mengidentifikasi siapa yang memperoleh manfaat secara maksimum dan yang minimum. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari evaluasi program adalah untuk memperoleh informasi mengenai program yang telah dijalankan, sehingga dapat diambil keputusan atau kebijakan untuk melanjutkan program, memperbaiki program atau tidak melanjutkan program tersebut. Untuk melaksanakan evaluasi program, dapat digunakan beberapa model evaluasi. Berikut ini beberapa model evaluasi yang umumnya digunakan: CIPP Model, goal oriented, goal free dan model Kirkpatrick’s.   

1. CIPP (Context, Input, Process, Product)

The CIPP evaluation model is a comprehensive framework for guiding evaluations of programs, projects, personel, product, institutions and system. The concept of evaluation underlying the CIPP model is that evaluation should assess and report an entity’s merit, worth and significance and also present lessons learned atau secara sederhana dapat dipahami bahwa model CIPP berorientasi untuk pengambilan keputusan. Model ini terbagi menjadi empat kegiatan, yaitu: Context evaluation, input evaluation, process evaluatioan dan product evaluation.

2. Goal Oriented/Evaluasi

Goal Oreinted memilikan tujuan akan melihat tujuan program yang akan dievaluasi. Dalam lingkup pendidikan misalnya, evaluasi difokuskan pada pencapaian tujuan pendidikan “sejauh mana tujuan program/pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai”. 

Indikator pencapaian tujuan ditunjukkan oleh prestasi belajar peserta didik, kinerja guru, efektivitas PBM, dan kualitas layanan prima. Hasil pengukuran dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan sebelum program dilaksanakan atau dengan kriteria standar Mardapi, 2012: 35). 

3. Evaluasi model Stake

Evaluasi model Stake digunakan untuk mengetahui adanya peningkatan/perkembangan dari suatu lembaga dengan mengukur kondisi sebelum dan sesudah program, kemudian membandingkan dari kedua hasil pengukuran (Djemari Mardapi, 2012: 35) atau dapat dikatakan program yang dijalankan apakah mempengaruhi kondisi suatu lembaga atau tidak, sehingga perlu di evaluasi. 

4. Evaluasi model goal free

Evaluasi model goal free (bebas tujuan) merupakan evaluasi yang tidak mendasarkan pada tujuan yang hendak dicapai dari suatu program. Model ini lebih mengorientasikan ketercapaian suatu program berdasarkan pihak eksternal sebagai pihak yang menggunakan/memiliki kepentingan dengan output dari program yang bersangkutan.

Djemari Mardapi (2012: 35) menjelaskan, ditinjau dari konteks evaluasi pendidikan, goal-free bukan berarti bahwa evaluator buta atau tidak mau tau tentang tujuan program. Namun, evaluator membatasi diri untuk tidak terlalu fokus pada tujuan agar terhindar dari bias. Evaluasi goal-free, fokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan.

5.Model Kirkpatrick’s

Model Kirkpatrick’s, menekankan evaluasi pada empat hal, yaitu reaction, learning, behavior dan result. Reaction maksudnya adalah apakah peserta senang dengan program yang diberikan (mengukur reaksi peserta terhadap program); learning, berkaitan dengan apa yang dipelajari peserta dalam program yang bersangkutan; behavior, berkaitan dengan apakah terdapat perubahan sikap peserta berdasarkan apa yang telah dipelajari melalui program yang telah diberikan/diikuti; dan result berkaitan dengan apakah perubahan pada perilaku peserta mempengaruhi kemajuan lembaga/organisasi. 

Sumber Pustaka

Bambang Subali. (2012). Prinsip Asesmen dan Evaluasi Pembelajaran. UNY Press: Yogyakarta.

Djemari Mardapi. (2012). Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Yuha

Medika. Nitko, A.J., & Brookhart, S.M. (2011). Educational assessment of students. Boston: Pearson       Education, Inc.

Uji Asumsi Klasik dalam Bidang Pendidikan

A. Data yang Digunakan dalam Analisis Eureka Pendidikan – Pada analisis uji asumsi ini digunakan data afektif, kognitif, dan psikomotor dari 100 peserta didik...
Ahmad Dahlan
2 min read

Pengertian Penilaian Diagnostik

enilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa serta faktor-faktor penyebabnya (Suwarto, 2012: 134).
Ahmad Dahlan
6 min read

Pengantar Penilaian Dalam Pembelajaran

enilaian atau asesmen adalah bagian yang sangat penting dalam proses evaluasi. Asesmen merupakan kegiatan pengumpulan informasi hasil belajar
Ahmad Dahlan
1 min read

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *