Kajian Perbandingan Aliran Filsafat Ilmu Rasionalisme dan Empirisme
Pengantar Aliran Filsafat Rasionalisme
Eureka Pendidikan. Secara etimologis, rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalims, dan kata ini berakar dari bahasa Latin ratio yang berarti “akal”, Lacey (2000) menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegang bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran.
Para pendukung Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan aksioma dasar yang diduganakan untuk membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut anggapannya sudah sangat jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, hanya saja manusia tidak mampu menciptakannya begitu saja di dalam fikirannya. ide dipelajari lewat pengalaman. Ide tersebut kiranya sudah ada “ di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia.
Kaum rasionalis berdalil bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkinkan dapat menggambarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang a priori, dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman, bahkan sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari prinsip tersebut. Dalam perkembangannya Rasionalisme diusung oleh banyak tokoh, masing-masingnya dengan ajaran-ajaran yang khas, namun tetap dalam satu koridor yang sama.
Pada abad ke-17 terdapat beberapa tokoh kenamaan rasionalis seperti Plato sebagai pelopornya yang disebut juga sebagai „rasionalisme‟ atau „platonisme‟ , René Descartes (1590 – 1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang terkenal adalah “cotigo ergo sum” (saya bepikir, jadi saya ada). Tokoh-tokoh lainnya adalah J.J. Roseau (1712 – 1778) dan Basedow (1723 – 1790), Gottfried Wilhelm von Leibniz, Christian Wolff dan Baruch Spinoza. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke 18 nama-nama seperti Voltaire, Diderot dan D‟Alembert adalah para pengusungnya.
Pengantar Aliran Filsafat Empirisisme
Empirisme secara etimologis menurut Bagus (2002) berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia yang berarti “berpengalaman dalam”,“berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut Lacey (2000) berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera.
Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai empirisme, di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal.
Berdasarkan Honer and Hunt (2003) aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan pernah dapat dijamin. Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Tokoh yang dianggap sebagai benih dari empisisme adalah Aristoteles, seperti juga pada rasionalisme, maka pada empirisme pun terdapat banyak tokoh pendukungnya yang tidak kalah populernya. Tokoh-tokoh dimaksud di antarnya adalah David Hume, John Locke dan Bishop Berkley.
Persamaan dan perbedaan antara Rasionalisme dan Empirisme
Terdapat dua aspek umum dalam realisme yang digambarkan dengan melihat pada realisme mengenai dunia keseharian dari obyek makroskopik beserta sifat-sifatnya. Aspek pertama, yaitu terdapat sebuah klaim tentang dimensi eksistensi suatu obyek yang nyata (terlihat). Sementara itu, aspek yang kedua dari realisme tentang dunia keseharian dari obyek makroskopis beserta sifat-sifatnya memiliki dimensi kebebasan dalam hal kepercayaan yang dianut seseorang, bahasa yang digunakan, skema konseptual, dan sebagainya (realisme generik). Sifat dan penjelasan-penjelasan yang masuk akal dari paham realisme merupakan issu-issu yang hangat diperdebatkan dalam metafisik kontemporer mengenai berbagai obyek dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Hume (1999) di dalam aliran empiris terdapat tiga prinsip pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan, misalnya apabila kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendeka, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderwi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab- akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit akibatnya. Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini. Kebenaran yang bersifat a priori seperti ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan kita hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau secara a posteriori. Perbedaan antara rasionalisme dengan empiris secara umum adalah kalau pada aliran rasionalisme pengetahuan itu berupa a priori, bersumber dari penalaran dan pembuktian-pembuktian pada logika dan matematika melalui deduksi, sedangkan pada aliran empirisisme pengetahuan bersumber pada pengalaman , terutama pada pengetahuan dalam pembuktian-pembutiannya melalui eksperimentasi, observasi, dan induksi. Perbedaan antara Rasionalisme dan Empirisisme oleh Immanuel Kant diambil jalan tengahnya, yaitu Immanuel Kant mengajukan sintesis a priori. Menurutnya pengetahuan yang benar bersumber rasio dan empiris yang sekaligus bersifat a priori dan a posteriori. Sebagai gambaran, kita melihat suatu benda dikarenakan mata kita melihat ke arah benda tersebut (rasionalisme) dan benda tersebut memantulkan sinar ke mata kita (empirisme).
Edward (1967) memandang secara terminologi rasionalisme dipandang sebagai aliran yang menekankan akal budi, atau fikiran (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengalaman manusia secara inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari diri sendiri, yaitu atas dasar asas-asas petama yang pasti.
Menurut Kattsoff (2004) rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesehatan terletak pada ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau dengan yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja. Persamaan antara rasionalisme dan empirisme adalah rasio dan indra manusia sama-sama berperan dalam pembentukan pengetahuan.
Pengaruh aliran Rasionalisme dan Empirisisme Terhadap Perkembangan Filsafat Matematika
Filsafat matematika lahir di Yunani Kuno yang ditemukan dan dikembangkan oleh para filsuf seperti Socrates, Plato, Aristoteles dan juga oleh beberapa filsuf pra-Socrates, masalah filsafat matematika ini masih menjadi kajian filsuf-filsuf masa kini.
Pada abad ke-18 muncul salah seorang filsuf, yaitu Immanuel Kant (Shapiro:2000) yang termotivasi oleh perselisihan antara rasionalisme dan empirisisme yang mengungkapkan bahwa kebenaran-kebenaran dari geometri, aritmetika, dan aljabar bersifat „sintetik a priori’, yang berdasarkan pada ‘intuisi’. Selain Kant, muncul juga filsuf lain, yaitu John Struat Mill yang dalam pandangannya bahwa matematika dan logika berhubungan dengan perkara-perkara fakta. Mill menolak eksistensi objek-objek abstrak, dan dia berupaya membangun geometri pada observasi.
Pengertian dari filsafat matematika adalah suatu filosopi yang menjelaskan kedua sifat fakta dan entitas matematika, dan cara di mana kita memiliki pengetahuan tentang keduanya. Tujuan filsafat matematika adalah untuk memberikan penjelasan tentang sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami tempat matematika dalam kehidupan kita.
Menurut David Ross filsafat matematika adalah suatu studi filsafat tentang konsep-konsep dan metode-metode matematika. Metode-metode ini dikhususkan pada bilangan-bilangan, objek geometri dan konsep-konsep matematika lainnya. Di antara ilmu-ilmu pengetahuan, matematika mempunyai sebuah hubungan yang unik ke filsafat, karena jaman dahulu, ahli filsafat sudah banyak berusaha untuk mengabdikan dalam menjelaskan sifat alami matematika.
Pada jaman Yunani, filsafat pada matematika sangat dipengaruhi oleh studi mereka yaitu geometri, sedangkan pada abad 20, filsafat matematika menyangkut hubungan antara logika dan matematika dan ditandai dengan minat yang dominan dalam logika formal, teori himpunan, dan isu-isu mendasar.
Menurut Aristoteles (Annas:1976), menyatakan bahwa obyek matematika seperti segitiga dan lingkaran adalah abstraksi dari percobaan, yaitu dari interaksi kita dengan berbagai benda-benda yang kira-kira berbentuk bulat yang membentuk konsep bola yang sempurna. Penalaran tentang bola secara umum bermuara pada penalaran tentang bidang spesifik yang kami temui, yaitu dengan sengaja kita mengabaikan fitur seperti ukuran, berat, dan material. Disiplin inilah perilaku yang memastikan bahwa kesimpulan secara umum, dan meskipun lingkungan bola yang dijumpai dalam pengalaman kita tidak sempurna. Teori filosopis ini contoh awal pemicu ketegangan antara Plato dan Aristoteles yang memberikan keutamaan kepada konsep-konsep abstrak, dan orang-orang yang memberikan keutamaan kepada pengalaman. Hal ini telah membentuk dasar bagi perbedaan secara umum antara rasionalis dan empiris antara filsuf awal modern, ini sebagai alasan pertama mengambil matematika dan ‘ide-ide bawaan’ sebagai paradigma pengetahuan, dan yang kedua mendasarkan perhitungan mereka tentang pengetahuan dalam ilmu-ilmu empiris.
Berdasarkan pertentangan dan persamaan antara rasionalisme dan empirisme memotivasi berkembanganya para filsuf dibidang matematika sampai kini dengan berbagai alasannya dan juga berkembang berbagai paham lainnya dalam filsafat matematika.
Dampak aliran Rasionalisme dan Empirisisme Terhadap Perkembangan Ilmu Matematika
Menurut Kartasasmita dan Wahyudin (2009) Matematika dalam hal ini geometri sudah mulai dikembangkan pada zaman Yunani klasik sepanjang tahun 600 sampai 300 S.M., tetapi kenyataannya sejarah matematika sendiri dimulai jauh sebelum itu. Matematika yang paling kuno menurut Friberg (1981) adalah Plimpton 322 (Babel matematika c 1900 SM) di Moskow Mathematical Papyrus (matematika Mesir sekitar 1850 SM), dan Rhind Mathematical Papyrus (matematika Mesir sekitar 1650 SM), elanjutnya menurut Sitorus (1990) perkembangan matematika tumbuh di pantai-pantai Asia kecil di Gerik dan Itali ditemukan oleh seorang sudagar kaya dari Mesir, yaitu Thales ( 640 – 546 BC), ia mempelajari Matematika mesir dan mengagumi piramida kemudian menghitung tinggi piramida dengan bantuan bayangannya. Thales mengambil sebuah tongkat, misalnya PQ, ia membuat lingkaran pusat P jari-jari sama dengan PQ. Pada saat itu Thales melakukannya di pagi hari yang cerah, sehingga bayangan Q jatuh tepat pada tepi lingkaran atau bayangan PQ=PR, pada saat itu pula bayangan T jatuh di titik S, sehingga KS dapat diukur. Berarti MS=TM=t tinggi piramida. Sebut MK = AB = a (setengah alas piramida) dapat diukur. KS = b dapat diukur. Jadi t = a + b. demikian metoda bayangan dari Thales. Thales adalah orang pertama yang namanya dikaitkan dengan suatu penemuan, yakni dalil Thales. Dalil Thales tersebut adalah garis-garis sejajar akan memotong dua garis atas perbandingan-perbandingan seharga, misalnya AP : PB = DQ : QC. Dalil ini masih dipelajari di SMP atau di SMA sekarang ini, selain itu juga Thales orang pertama yang menemukan sifat-sifat geometri seperti berikut ini:
1. Diameter membagi dua sama besar suatu lingkaran
2. Sudut alas suatu segitiga sama kaki, sama besar
3. Sudut siku yang dibentuk dua garis berpotongan tegaklurus sama besar
4. Dua segitiga kongruen jika dua sudut dan satu kaki yang bersesuaian dari sudut itu, sama besar
Walaupun teori ini sederhana menurut kita sekarang, tetapi Thales orang pertama yang menyusun teori ini bukan hanya berdasarkan pengalaman (empiris) tetapi juga berdasarkan pemikiran yang logis (rasio).
Salah seorang yang mengembangkan matematika di Eropah pada Abad 17 adalah Galileo Galilei, ia mengamati lampu gantung di Gereja Pisa dan mendapatkan bahwa periode ayunan lampu tidak tergantung pada panjang busur ayunannya dan membuktikan bahwa periode ayunan tidak tergantung kepada beban bandulnya, dan penemuan lainnya yaitu bahwa kecepatan benda jatuh tidak tergantung pada berat benda itu. Penemuan Galileo ini memberi pandangan baru terhadap ilmu pengetahuan yaitu keselarasan antara ekspeimen dengan teori.
Perkembangan cabang-cabang matematika mulai zaman sebelum Masehi sampai sekarang seperti aritmetika, geometri kalkulus, aljabar, statistik dan analisis beserta pembuktian-pembuktian yang telah ditemukan oleh para ahli matematika dapat kita pelajari sampai sekarang. Apabila kita mengkaji baik teori maupun bukti-bukti dari teorema-teorema cabang-cabang matematika tersebut maka ini tidak terlepas dari penemuan-penemuan para akhli matematika dan filsafat matematika beserta paham yang dianutnya dalam hal ini adalah paham rasionalisme dan empirisisme.
Berdasarkan perbedaan dan persamaan dari paham rasionalisme dan empirisisme, maka kontribusi kedua paham tersebut terhadap perkembangan matematika antara lain dalam hal pembuktian-pembuktian suatu teorema, yaitu dengan menggunakan akal (rasio) dan pengalaman indera (empirisis) untuk merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah ada dalam pikiran.
Daftar Pustaka
Annas, J., (1976), Aristotle’s Metaphysics: M and N. Oxford: Clarendon Press. Terjemahan.
Avigad, J, (2004), Philosophy of Mathematics, (Stanford Encyclopedia of philosophy, (2002),
Realism, [Online].Tersedia :http:/plato.stanford.edu/ entries/realism[13 September 2009].
Bagus, L. (2002), Kamus Filsafat, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama
.
Edwards, P., (1967), The Encyclopedia of Philosophy Volume 7, New York, The Macmillan Company & The Free Press, 1967.
Friberg, J. (1981), Metode dan tradisi Babilonia matematika. Plimpton 322, Pythagoras tiga kali lipat, dan persamaan parameter segitiga Babel, Historia Mathematica
Foundation study Guide: Philosophy of Mathematics, [Online]. Tersedia: http://objectivitscenter.org/ showcontent. Aspx [13 September 2009].
Honer, Stancey M. dan Thomas C. Hunt, (2003), Metode dalam Mencari Pengetahuan: Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan, dalam Jujun S. Suriasumantri (penyunting), Ilmu dalam Perspektif: SebuahKumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu, Yayasan obor Indonesia, Jakarta
Hume, D,(1999), an Enquiry Concerning Human Understanding, dalam Central Readings in the History of Modern Philosophy: Descartes to Kant,
Kartasasmita, B.G., & Wahyudin, (2009), Modul : Sejarah dan Filsafat Matematika, SPS Universitas Pendidikan Indonesia.
Kattsoff, L. O.,(2004), Element of Philosophy, diterjemahkan Pengantar Filsafat, terjemahan: Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Yogyakarta
Lacey,A.R.,(2000), A Dictionary of Philosophy, New York, Routledge.
Russell, B., (1946), History of Western Philosophy and Its Connection with Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day, George Allen and Unwin, London.
Shapiro, S, (2000), The Philosophy of Mathematics : Thinking about mathematics, Oxford University Press. New York
Sitorus, J., (1990), Pengantar sejarah matematika dan Pembaharuan Pengajaran Matematika di sekolah”, Tarsito Bandung.
Stanford Encyclopedia of Philosophy [http:/plato.stanford.edu/ entries/philosophy -matheamtics) diakses tanggal 13 September 2009.
Sir Thomas L. Heath, (1963), A Manual of Yunani Matematika, Dover, hal 1: Dalam kasus matematika, itu adalah kontribusi Yunani yang paling penting untuk mengetahui, karena itu orang-orang Yunani yang pertama kali membuat ilmu matematika.” New York